Dok. kurban di Yayasan Soebono 2012 |
Dzulhijjah bagi umat muslim merupakan momentum bersejarah tak terlupakan, pada bulan tersebut peristiwa dahsyat yaitu Nabi Ibrahim diperintahkan Allah swt menyembelih puteranya sebagai kurban. Dari situlah akar historis ibadah kurban diambil. Selain itu, Dzulhijjah juga bulan terakhir dalam perhitungan kalender hijriyah. Di akhir tahun tersebut, seolah-olah setelah bekerja setahun penuh, sebagai hamba Allah yang taat ‘ditagih’ sebagian kecil penghasilannya untuk berkurban, sebagai bentuk syukur dan cara mendekatkan diri kepada Allah.
Adapun landasan hukum kurban didasarkan sebuah hadis yang diriwayatkan dari sahabat Anas ra yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Ibn Majah, At-Tirmidzi, An-nasa’I, Ibn Majah dan Imam Ahmad, semakna dengan riwayat Imam Muslim.
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ، حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ، ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ، وَسَمَّى وَكَبَّرَ، وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada kami Abu ‘Awanah dari Qatadah dari Anas, dia berkata: “Rasulullah saw. berkurban dengan dua ekor domba jantan yang berwarna putih kehitaman lagi bertanduk. Beliau menyembelih keduanya dengan tangannya sambil mengucapkan basmalah dan bertakbir dan meletakkan kakinya di salah satu sisi dari kedua hewan tersebut.
Dalam hadis tersebut di atas, Rasul saw berkurban dua kambing, dirinci dalam riwayat Imam Baihaqi Nabi berkurban untuk beliau dan ummatnya. Dalam hadis tersebut juga disebutkan bertanduk dan warnanya, hal ini menurut ulama’ isyarat disunnahkan yang bertanduk dan pilihan warna putih yang ada hitamnya. Pendek kata, berkurban hendaknya dengan hewan yang terbaik dengan niat mendekatkan diri kepada Allah swt.
Kemudian Nabi menyembalih dengan tangan beliau sendiri, artinya disunnahkan untuk menyembelihnya sendiri, kecuali ada uzur, baru diwakilkan kepada ahlinya atau panitia. dengan catatan sesuai dengan aturan syara’.
Kemudian hadis di atas juga menyebutkan tata cara menyembelihnya, yaitu direbahkan terlebih dahulu, artinya tidak disembelih dalam keadaan berdiri. Hal ini akan dibicarakan khusus dalam kitab-kitab fiqh tentang cara penyembelihan.
Adapun berkaitan dengan hukumya, ulama’ berbeda pendapat. Sebagian ulama’ mewajibkan namun menurut jumhur menghukuminya sunnat, marilah kita udar satu persatu;
Berkurban Hukumnya Wajib
Pendapat yang menyatakan bahwa kurban itu wajib antara lain berdasarkan kepada Al-Qur'an dalam surat al-Kautsar.
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah.
Dalam kaidahnya, perintah menunjukkan wajib, pada frase ‘berkorbanlah’ dalam surat al-Kautsar di atas difirmankan dengan bentuk amar (perintah), hal ini menunjukkan bahwa berkurban hukumnya wajib. Diperkuat dengan hadis
أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: من كان له سعة ولم يُضَحِّ فلا يقربنَّ مُصلاَّنا
“Barang siapa yang berkelapangan (harta) namun tidak mau berkurban, maka jangan sekali-kali mendekati tempat shalat kami” (H.R. Ibnu Majah).
Larangan mendekati tempat shalat dalam hadis di atas mengindikasikan adanya kewajiban, Di dalam kitab subul as-salam, Imam as-Shan’ani menuliskan pendapat ulama’ yang mengesankan bahwa tidak ada faidahnya melaksanakan shalat tetapi meninggalkan kewajiban ini (kurban). Adapun yang mempunyai pendapat wajibnya kurban antara lain adalah Ima Hanafi.
Berkurban Hukumnya Sunnah
Mayoritas ulama berpendapat sunnat, salah satu dasarnya adalah hadis Ummu Salamah,
أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: «إذا دخلت العشر وأراد أحدكم أن يُضحى فلا يمسَّ من شعره وبشره شيئًا
“Jika 10 Dzulhijjah telah datang, dan Apabila salah satu diantara kamu hendak berkurban maka janganlah ia menyentuh (ikut memakan) rambut dan kulitnya sedikit pun”.
Dari hadis di atas terdapat frase, ‘apabila salah satu diantara mau menghendaki” ini menunjukkan tidak wajib. Jadi, hukum berkurban adalah sunnat, pendapat jumhur ulama’ mengatakan bahwa berkurban hukumnya sunah. Seperti pendapat Imam Malik, asy-Syafi’i, Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur, Ibnu Mundir, Daud dan Ibnu Hazm.
Adapun berkaitan dengan hadis nabi yang bernuansa perintah/wajib, sebenarnya bagi rasul kurban adalah wajib tapi bagi ummatnya adalah sunah, Sebagaimana riwayat Imam Baihaqi, kutiba alaiyya an-nahru wa walam yuktab alaikum, diwajibkan atasku tapi tidak wajib untuk kalian. Masih hadis yang diriwayatkan Imam Baihaqi bahwa “ada tiga amal yang wajib bagiku, namun sunnah bagi kalian”, salah satunya adalah ibadah kurban. Bahkan dalam riwayat Imam Baihaqi yang lain dijelaskan Abu Bakar dan Umar pada tahun-tahun awal tidak berkurban karena khawatir dianggap sebagai syariat wajib, padahal secara finansial Abu Bakar termasuk sahabat yang kaya raya.
Meski tidak wajib, tapi berkurban sangat dianjurkan karena mempunyai nilai penting bagi kemaslahatan bersama, sebagai bagian dari tanggung jawab sosial. Saking pentingnya berkurban, dalam sebuah riwayat yang disandarkan kepada Imam Baihaqi, Ibn Abbas ketika jelang ‘Idul Adha memberikan dua dirham kepada budaknya untuk membel idaging dan mengabarkan kepada orang-orang sebagai kurbannya Ibn Abbas.
Riwayat yang lain, Bilal bin Rabah berkurban dengan ayam, pendek kata, berkurban itu penting bagi siapapun. Mental Islam didik sebagai mental pekurban bukan peminta-minta, hatta sahabat sekalipun, apalagi masih sekelas ustadz, karena perbuatan meminta-minta adalah memalukan dan tidak terpuji.