Terbukti sehari saat pesta dengan sehari di penjara secara ilmiah durasinya sama, tetapi dalam persepsi psikologis yang menjalaninya pasti berbeda. Saat pesta terasa singkat tetapi saat di penjara terasa sangat lama sekali, itulah perbedaan yang dapat dirasakan. Secara ilmiah saat ini kita telah ditakdirkan Tuhan menghirup udara tahun 2025, meski secara psikologis tidak atau belum merasakan perbedaannya.
Dalam konteks perjalanan hidup ini –tentu yang dimaksud adalah waktu ilmiah--kita bisa menganalogikan usia bagaikan modal untuk belanja kebaikan yang akan dibawa ke alam baka. Setiap individu diberi modal yang berbeda-beda. Ada yang modalnya 50 tahun, 60 tahun bahkan sampai 90 tahun lebih. Namun perlu diperhatikan bahwa keuntungan tidak tergantung besar atau kecilnya modal, melainkan dari kalkulasi nilai barang yang diperoleh dari aktivitas yang dikerjakan. Modal lima juta menjadi sepuluh juta itu lebih baik daripada modal seratus dikembangkan menjadi seratus dua puluh juta. Begitu pula usia, usia 50 tahun dengan seribu kebaikan itu lebih baik daripada satu abad dengan seribu lima ratus kebaikan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan sementara bahwa waktu merupakan kekayaan yang tidak bisa direnovasi, apabila waktu telah rusak maka rusak dan berakhirlah sebuah babak permainan (end game). Oleh karena itu agama mengingatkan betapa pentingnya waktu. Kalau kita menyisir lembaran Al-Qur'an akan ditemukan aneka ragam sumpah yang dikaitkan dengan waktu seperti demi waktu fajar, demi waktu subuh, demi waktu dhuha, demi siang, demi malam dan masih sederet ayat ayat Al-Qur'an yang membincang seputar persoalan waktu.
Durasi 24 jam yang kita jalani dipergunakan untuk beraktifitas seperti ibadah, makan, minum, menonton film, bercanda, main dan lain-lain merupakan investasi untuk masa depan, aktifitas baik akan mendapat balasan kebaikan, karena hidup ini menggunakan prinsip siapa yang menabur benih dialah yang berpeluang memanen, siapa yang berbuat ia harus menanggung akibatnya. Semua penggunaan waktu merupakan investasi untung rugi di hadapan Allah, kelak ada pertanggungjawabannya. Rasulullah saw bersabda;
لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أربع: عن عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَا فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَا أَبْلاَهُ
Artinya, “Dua kaki seorang hamba tidak akan bergerak (pada hari kiamat) sampai dia ditanya tentang empat hal; tentang umurnya, ke mana dihabiskan; terkait ilmunya, apakah yang telah dilakukan dengan ilmu yang dimilikinya; soal hartanya, dari mana ia memperolehnya dan di mana dibelanjakan; dan tentang tubuh badannya, untuk apa ia gunakan.” (HR at-Tirmidzi)
Perjalanan waktu detik demi detik, menit dan jam berganti hingga hari, bulan berganti bulan dan tahun pun berganti tahun, bagaikan titik demi titik yang membentuk sebuah gugusan garis yang solid. Kehadiran kita di tahun baru ini merupakan hal penting untuk disyukuri, karena masih punya kesempatan untuk belanja kebaikan yang lebih banyak lagi.
Saya berharap di tahun ini lebih baik dan lebih beruntung dari tahun sebelum-sebelumnya. Orang beruntung adalah dia yang hari ini lebih baik dari hari kemarin dan esok lebih baik dari sekarang. Saya berharap dipertemukan dengan orang orang yang mengisnpirasi, tidak ruwet dan tidak baper serta dipertemukan orang-orang yang kehadirannya memacu iman dan taqwa serta berkarya. Di tahun ini juga semoga lebih tekun menyelesaikan beberapa buku sebagai asupan bergizi untuk ruhani serta mencerdaskan dan menyehatkan. Semoga Allah mengabulkan… amiin.
Selamat tinggal 2024…