Tidak semua yang ditinggalkan oleh para imam mujtahid yang empat itu kemudian haram untuk dikerjakan oleh para pengikutnya, karena bagaimanapun juga praktek beragama itu terus berkembang sesuai dengan zaman, tetapi jangan sampai salah dalam memahami hal ini, dengan catatan bahwa hal baru tersebut tidak melawan arus prinsip keagamaan yang telah digariskan oleh al-Qur'an dan Hadits, Ijma' dan Qiyas. Sebagai contoh sederhana adalah keberadaan internet, meskipun dahulu internet tidak ada, tidak berarti ber-internet ria itu haram, begitu juga busana, mungkin zaman dahulu tidak ada celana atau jas seperti saat ini, tetapi selama mempunyai prinsip menutup aurat, tidak bermegah-megahan dan layak menurut kepantasan maka hal ini tidaklah mengapa.
Pendek kata, tidak semua yang ditinggalkan oleh dalam arti tidak pernah dilakukan oleh para pendahulu agama kita kemudian serta merta menjadi standard hukum bahwa hal itu adalah haram untuk dilakukan, ada kaidah yang mengatur hal itu
ترك الشيء لا يدل على منعه
"meninggalkan sesuatu tidaklah menunjuki kepada bahwa perbuatan tersebut terlarang"
Tetap saja kita harus mengembalikan dasar pijakan hukum kepada sentralnya yaitu Al Quran dan Hadits dan ijtihad para Ulama’, Kyai atau para agamawan terdidik lainnya. Hal ini memberikan penegasan bahwa sesuatu perbuatan yang tidak dilakukan Ulama’ mujtahid pada umumnya di sana masih terbuka spekulasi-spekulasi, oleh sebab itu tidak bisa dijadikan sebagai dasar hukum sebuah kaedah:
ما دخله الاحتمال سقط به الاستدلال
"sesuatau yang masih ada kemungkinan maka tidak adapt dijadikan dalil".
Jika sepakat dengan alasan di atas maka menurut hemat kami, tanpa rasa menggurui sedikitpun sebagai insan yang baik tidak perlu gegabah mengeluarkan fatwa haram selama perbuatan itu tidak bertentangan dengan agama, tetapi masih masuk wilayah abu-abu dalam tanda kutip sebagai suatau perbuatan yang masih dalam kategori khilafiyah, berdasarkan Q.S Al Hasyr ayat 7 :
وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
"apa yg didatangkan oleh Rasul maka ambillah dan apa yg dilarangnya maka jauhilah"
tidak ada ayat ataupu hadis yg mengatakan:
semakin kokokh lagi apa yang dikemukakan di atas setelah membaca uraian dalil maulid yg ada pada yang ditulis di abu.mudimesra.com. dengan menukil pendapat Imam Syafii yang berkata:
"كل ما له مستند من الشرع فليس ببدعة ولو لم يعمل به السلف"
"setiap perkara yg memiliki sandaran dari syara` maka ia bukanlah bid`ah walaupun tidak dikerjakan salaf/shahabat"
Penting:
Penting bagi kerukunan antar intern beragama yang kian beragam untuk tidak menuduhkan sembarangan terhadap cara berekspresi keberagaman. Kita mesti memperikan porsi yang seimbang dan