Jum’at tanggal 10 Februari 2012 kemarin, terdengar beberapa murid pada saat pelaksanaan sholat Jum’at, dengan asyik tanpa merasa bersalah sedikitpun mereka mengumbar obrolannya. Bukan isi obrolannya yang mengetuk hati, tetapi campur aduknya pikiran lantaran penuh seribu tanya dalam hati mengapa demikian ini bisa terjadi, apakah mereka tidak mengerti tata cara shalat jum’at?, apakah mereka sudah tidak menerima pelajaran berharga tentang haramnya berkata-kata saat khutbah? Dan sederet pertanyaan sejenisnya.
Kalau memang benar sudah diajarkan, sudah dilatih dan tidak ada efek perubahannya, itu berarti memberikan kesimpulan secara verbal dan faktual bahwa pendidikan yang bertujuan untuk merubah mind set serta merubah kebiasaan buruk tidak memberikan banyak hasil. Pelajaran hanya sebagai pelengkap dan prasyarat untuk memperoleh tanda kelulusan. Pertanyaan selanjutnya adalah, siapakah yang paling bertangung jawab untuk menyadarkan mereka, ketika sekolah sudah tak mampu lagi berbuat banyak membuat perubahan kearah yang lebih baik? Jawabnya adalah “membingungkan“ menjadi hambar jika diserahkan kepada kedua orang tua mereka-mereka.
Orang tua mereka memilihkan pendidikan yang dianggap available untuk putra-putrinya, namun hasilnya sangat mengecewakan, kepercayaan untuk membuat perubahan karakter pada anaknya semakin lama semakin kikis habis. Padahal, kepercayaan itu harus diemban dan dipertanggung-jawabkan baik secara moral kepada tuhan maupun kepada profesi ke-guruan yang digelutinya, juga bertanggung-jawab secara sosial sekolah sebagai agent social of change. Sejauh jauhnya kita lari dari tanggung jawab, tetap saja tanggung jawab itu melekat kuat dalam sebuah profesi.
Di sini, dibutuhkan mawas diri dan terus membuat inovasi mengetuk hati anak didik, hati harus di dekati dengan hati, karena hati itu hanya bisa sambung dengan hati. Rutinitas haruslah disertai dengan profesionalitas, kalau rutinitas yang dikerjakan hanya sebagai aktifitas kerja biasa, maka kesakralan dan sabda yang ia lontarkan akan hambar dan selalu salah sasaran. Dibutuhkan pula untuk selalu bagi sang guru untuk membersihkan hati agar pancaran sinar kebaikannya merambah ke hati anak didiknya.
No comments:
Post a Comment
Terimakash Atas kunjungan dan komentarnya ( salam persahabatan )