Entah salah atau benar istilah ini, tetapi saya hendak memberi label kepada para ustad yang dibesarkan melalui media, bukan dibesarkan karena tradisi keilmuannya. Mungkin saja saya termasuk orang yang ceroboh memberanikan diri mendefinisikan, apa itu ustadz infotainment? Yang akhir akhir sering nongol di layar kaca televisi anda. Sebutan ustadz memang dari Bahasa Arab, meski di Arab sendiri label ustadz diberikan kepada orang terhormat dibidang keilmuan, hanya para doktor (S-3) yang mampu menemukan teori tertentu (baca: profesor) yang diberi sebutan dengan gelar al-Ustadz.
Rupanya sebutan ustadz di negeri ini diberikan kepada setiap orang yang berprofesi guru atau da’i, harus mengukur standar keilmuan dan ke-profesorannya. Lebih parah lagi, label ustadz tidak segan segan disematkan kepada da’i yang berpakaian rapi yang gaya bicaranya lebih dekat dengan pelawak daripada mencerminkan ustadz ‘sungguhan’ seperti definisi al-ustadz di atas. Fenomena semacam ini telah menggejala, dan menjadi buah bibir para ilmuwan dan pengamat, mereka bak selebritis yang sedang perang bintang, tebar pesona dengan gaunnya, bahkan, menjadi komoditi baru bagi industri periklanan.
Ustadz semacam ini membawa berkah tersendiri bagi beberapa produk tertentu. Opini saya ini bisa saja berbeda dengan opini pembaca situs ini. Tetapi saya memastikan, ada kesamaan persepsi bahwa utstad infotainment itu tidak sepatutnya menyandang gelar ustad, mengingat tingkat keilmuannya yang masih sederhana. Bahkan tidak jarang, ada ustad yang menjelaskan persoalan terkesan berbelit-belit.
Menurut kebiasaannya, ustad infotanment ini tidak memberikan penjelasan detail terhadap tema yang diamanatkan, dikarenakan ia besar karena setting media bukan besar karena tradisi keilmuannya. Ustadz ala infotainment mementingkan performen luar, mengutamakan bungkus dan fashionnya daripada isi dan kualitas bahasannya, ia pelihara ke-khasan gaya bicaranya, mimikmya, gerak gerik tubuhnya dan jog-nya yang cemderung membuat pendengarnya terpingkal pingkal. Pendek kata, Ustad Infotaimen itu ustadz yang lebih mementingkan rating dan kesan shalih pakaiannya, bukan kelas capaian pencerahan atau ulasan materi temanya. Selanjutnya silahkan Anda menilai sendiri, yang manakah yang termasuk kategori di atas dan manakah di antara mereka yang tidak termasuk golongan tersebut.
Anehnya, justru Ustad yang model ‘beginian’ lebih diincar masyarakat luas, daripada seorang ustadz yang gaya pakaiannya sederhan, tutur katanya lembut serta tidak terjebak masuk ke dunia periklanan. Ada beberapa kemungkinan yang dapat dicermati dari beberapa fenomena ini, pertama, Karena masyarakat telah jenuh dengan sajian aneka berita yang tak jelas ujung pangkalnya, seperti kasus korupsi, tawuran antar pelajar, tawuran antar kampung dan lain lain. Sebut saja korupsi, para praktik korupsi, sementara ini menurut versi saya, pasti banyak terjadi korupsi, tapai mana koruptornya??, sepertinya tidak sebanyak kasus hilangnya uang negara. Kedua, mungkin juga masyarakat kita saat ni mengalami titik jenuh yang hebat, sehingga saat saat istirahatnya ingin mencari hiburan yang dikemas dalam nuansa dakwah.
Ketiga, ketidak-mampuan guru/penceramah dalam menjawab problem yang ditanyakan para jama’ah, entah kurang fasih, kurang detail, atau bahkan terasa sentimentil dengan aliran lain. Sehingga mereka lebih cenderung berfikir simple yang rekreatif dengan memilih ustad infotainment sebagai hiburannya. Untuk menjawab problem dengan mudah, tentu harus memahami terlebih dahulu terhadap detail persoalannya itu, sehingga dengan pemahaman yang gamblang tentu bisa menjelaskan dan menyederhanakan logikanya untuk menjawab problema yang sedang ditanyakan. Orang yang mendalam keilmuannya adalah orang yang bisa menyederhanakan jawaban sesuai dengan logika masyarakat pada umumnya.
Soo, untuk semua ustadz harus terus meningkatkan daya belajarnya, agar bisa menyederhanakan persoalan mereka. Dengan demikian, masyarakat akan dengan mudah menerima argumen dan ikut larut dalam aktifitas yang benar pula. Kalau kita jelaskan persoalan dan terkesan njlimet maka para audiens-nya akan meninggalakn ustadz yang satu dan berpindah ke ustadz infotainment itu tadi.
baca juga tentang, dialog menarik antara Kyai dan Iblis
baca juga tentang, dialog menarik antara Kyai dan Iblis
Itulah tipu daya iblis. Mungkin pada awalnya beliau-beliau ini murni untuk dakwah, namun ketika ada peluang lain yang dijadikan indah oleh syaiton...maka kondidinya seperti yang kita lihat.
ReplyDelete(Qs.38:82-86)
benar juga ya
Delete+ gambar ilustrasi kayaknya lebih mantap om....
ReplyDelete