Hadits tentang menggerakkan jari pada tasyahud ada dua pendapat yang kelihatan dhohirnya hadits bertentangan, namun saya masih yakin bahwa perbedaan dalam hal ini tidak menyangkut hal yang prinsipil (ushuliyah) akan tetapi hanya masalah cabang ibadah (furu’iyah). Karena itu kita tidak boleh larut terlalu ekstrim dalam perbedaan ini, apalagi sampai menimbulkan perpecahan.
Hadits yang dijadikan dasar menggerak-gerakkan jari telunjuk dalam tasyahud akhir adalah hadits dari Wâ’il bin Hujr jalur, ‘Ashim bin Kulayb, Bapakknya yang berbunyi:
ثُمَّ رَفَعَ إِصْبَعَهُ فَرَأَيْتُهُ يُحَرِّكُهَا يَدْعُو بِهَا
“Kemudian beliau mengangkat telunjuknya lalu aku melihat beliau menggerak-gerakkannya (untuk) berdoa dengannya.” (HR. Al-Nasâ’i, Ahmad, dari Wâ’il bin Hujr).
Adapun hadits yang sebaliknya adalah dari ‘Abdullah bin al-Zubayr, bahwa Nabi saw tidak menggerak-gerakkan tangan saat dudk tasyahud seperti hadits di bawah ini
كَانَ يُشِيرُ بِأُصْبُعِهِ إِذَا دَعَا وَلا يُحَرِّكُهَا
“Beliau menunjuk dengan telunjuknya bila berdoa, dan tidak menggerak-gerakkannya” (HR. Al-Nasâi, Abu Dâwud, al-Bayhaqi, 'Abd al-Razzâq, dari ‘Abdullah bin al-Zubayr).
Ada sebagian ulama’ yang mengkompromikan, karena dalam ulumul hadits, apabila ada dua hadits yang secara dhohirnya bertentangan maka harus di kompromikan atau dalam ilmu hadits di sebut (taqabul), Imam Baihaqi mengkompromikan hadis ini dengan cara bahwa kata yang bergaris bawah di atas tidak selalu bermakna berulang-ulang (at-tikrar), menggerakkannya saja yakni menunjuk dengan jari telunjuk. Dengan demikian hadits diatas tidak bertentangan, karena mustahil ada dua hadits yang bertentangan, Nabi saw dijaga (ma’shum)dari perbuatan plin plan. Jika diartikan demikian maka kedua hadits tersebut tidak bertentangan secara prinsipnya (lihat: Al-Bayhaqi, al-Sunan al-Kubra, juz 2, hlm 131-132)
Imam Al-Albâni menilai hadis menggerak-gerakkan telunjuk ini sahih, padahal dalam konteks yang berbeda Al Bani menilai hadits dari jalur wai’l bin bin Hujr, 'Ashim bin Kulayb dari Bapaknya adalah hadits dho’if yakni hadits tentang sujud mendahulukan kedua lutut sebelum kedua tangan (Lihat al-Silsilat al-Dla‘îfah, juz 2/426).
Di sini tampak jelas inkonsistensi al-Albâni dalam menilai jalur sanad ‘Ashim bin Kulayb dari Bapaknya. Menurut penilaian ‘Ali bin al-Madini, bahwa sanad ini bisa menjadi maqbul jika ada pendukungnya. Karena itulah, al-Albani mencari pendukung hadis menggerak-gerakkan tersebut dengan mengutip hadis aneh dalam Shifat al-Shalah bahwa menunjuk/menggerak-gerakkan telunjuk saat duduk dalam shalat:
لَهِيَ أَشَدُّ عَلَى الشَّيْطَانِ مِن الْحَدِيدِ :
”Sungguh hal ini lebih keras dirasakan Syaithan dari pada (cambukan) besi.” (HR. Ahmad, Musnad, tahqîq al-Arna’ûth, juz 2, no: 6000 & al-Bazzâr: 2/249).
Padahal hadits tersebut daif sekali karena selain matannya aneh dan mustahil, juga karena jalur hadis ini melalui Katsîr bin Zayd yang hampir semua ulama mendaifkannya kecuali Ibn Hibbân (Lihat al-Haytsami, Majma‘., juz 2, hlm 334, no: 2850).
Kesimpulan
Dengan demikian hadits tentang menggerak-gerakkan jari telunjuk berarti tetap dha’if karena syâdz (menyimpang). Al-Arna’uth dalam Musnad Ahmad (juz 4/318, no: 18890) menilai hadis ini sahih kecuali kalimat يُحَرِّكُهَا يَدْعُو بِهَا adalah syâdz karena hanya Zâ’idah bin Qudâmah (161 H) sendiri yang meriwayatkannya demikian. Tetapi kalaupun hadis ini maqbûl khususnya bagi yang meyakini hadis ini sahih, maka pada matan al-Nasa’i yang kedua (no: 1268) setelah kalimat يُحَرِّكُهَا يَدْعُو بِهَا akan ditemukan kalimat : مُخْتَصَرٌ (diringkas) karena memang sebenarnya hadis dari Wa’il ini masih ada tambahan komentar dari Wa’il sendiri sebagaimana disebutkan Ahmad, al-Thabrâni, dan Ibn Hibbân. Kata Wa’il selanjutnya:
... ثُمَّ جِئْتُ بَعْدَ ذَلِكَ فِي زَمَانٍ فِيهِ بَرْدٌ فَرَأَيْتُ النَّاسَ عَلَيْهِمْ الثِّيَابُ تُحَرَّكُ أَيْدِيهِمْ مِنْ تَحْتِ الثِّيَابِ مِنْ الْبَرْدِ
”...Kemudian setelah itu aku datang pada suatu musim yang dingin, lalu aku melihat orang-orang yang memakai kain menggerak-gerakkan tangan mereka dari bawah kain karena kedinginan.” (HR. Ahmad, juz 4/318: 18890; al-Thabrâni, al-Mu'jam al-Kabîr, juz 22/35; Ibn Hibbân, Shahîh, juz 5/170-171)
Membaca lanjutan hadis di atas, tampaknya Wâ’il ingin mengatakan bahwa Nabi saw menggerak-gerakkan telunjuknya disebabkan karena kedinginan sebagaimana umumnya orang menggerak-gerakkan tangannya bila kedinginan, bukan sebagai tuntunan yang disyari'atkan. Adapun hadis dari ‘Abdullah bin al-Zubayr mengatakan bahwa justru Nabi saw tidak menggerak-gerakkan telunjuk ssaat tahiyyat:
كَانَ يُشِيرُ بِأُصْبُعِهِ إِذَا دَعَا وَلا يُحَرِّكُهَا
“Beliau menunjuk dengan telunjuknya bila berdoa, dan tidak menggerak-gerakkannya” (HR. Al-Nasâi, Abu Dâwud, dari ‘Abdullah bin al-Zubayr)
Semua ahli hadis –tanpa kecuali-- sepakat akan kesahihannya, sedang al-Albâni hanya menilainya hasan itupun dengan komentar: tidak menggerak-gerakkan adalah tambahan yang syâdz/munkar/menyimpang. Hanya saja al-Albâni tidak mampu membuktikan secara sahih bukti penyimpangannya. Inilah yang dikritik oleh al-Yamâni terhadap Shifat al-Shalâh-nya al-Albâni dalam al-Bisyârah fî Syudzûdz Tahrîk al-Ishba' fi al-Tasyahhud dengan disertai bukti yang rinci bahwa dari total 12 jalur sanad hadis yang menyebutkan tentang hal ini, 11 hadis menyebutkan tidak menggerak-gerakkan, dan hanya 1 hadis yang menyebutkan menggerak-gerakkan telunjuk & ternyata satu inipun bermasalah.
Jika langsung menggunakan metode tarjîh, maka hadis yang tidak menggerak-gerakkannya-lah yang harus dipegangi, sedangkan hadis yang menggerak-gerakkan karena menyimpang dan bermasalah sehingga harus ditolak (mardud).
Dari beberapa keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa setelah duduk dengan tenang, Nabi saw menggerakkan telunjuknya untuk menunjuk 1 kali di awal duduk saat mulai membaca tasyahhud: al-tahiyyâtu..., tidak menunjuk/menggerakkan pada sebagiannya termasuk saat menyebut illa-llâh karena tidak ada hadisnya, dan tidak juga menggerak-gerakkannya secara keseluruhan karena di samping hadisnya syâdz (menyimpang & lain sendiri) juga menyalahi prinsip thuma’ninah (tenang) dalam shalat. Wa-llhu a'lam bishawab.
sip infonya ustad...follow back ustad.
ReplyDeleteassalamu'alaikum, syukron penjelasannya... ustadz ane dah follow d sini, jangan lupa follow balik ya :)
ReplyDeleteterimakash atas respon yang telah diberikan kepada kami
ReplyDeleteMakasih ni pak atas infonya, membantu sekali.
ReplyDeleteSalam Blogger
Wah..pernah saya pernah liat langsung orang yang mengamalkan telunjuk yang digerak2an seperti itu, Alhamdulillah dah dapat penjelasannya.
ReplyDeleteJadi demikian ya, syukron Ustadz :)
ReplyDeletesepertinya anda anti pati sekali dengan muhadist syeikh albany: Hingga berstatement.
ReplyDeleteal-Albani mencari pendukung hadis menggerak-gerakkan tersebut dengan mengutip hadis aneh dalam Shifat al-Shalah bahwa menunjuk/menggerak-gerakkan telunjuk saat duduk dalam shalat:
لَهِيَ أَشَدُّ عَلَى الشَّيْطَانِ مِن الْحَدِيدِ :
”Sungguh hal ini lebih keras dirasakan Syaithan dari pada (cambukan) besi.” (HR. Ahmad, Musnad, tahqîq al-Arna’ûth, juz 2, no: 6000 & al-Bazzâr: 2/249).
Wajar bila ia mencari hadist yang lain sebagai dasar pertimbangan:
Menggerak-gerakkan jari telunjuk dapat menghalau syaitan sebagaimana dijelaskan oleh hadis Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa-sallam:
لَهِيَ اَشَدُّ عَلَى الشَّيْطَانِ مِنَ الْحَدِيْدِ يَعْنِيْ : اَلسَّبَّابَةَ
“(Menggerak-gerakkan jari) lebih keras (dirasakan) oleh syaitan dari pukulan besi”. (Hadis Riwayat Bukhari dalam Al-Amali (60/1), Ahmad, Bazzar, Abu Ja’far, Thabrani dalam Ad-Doa hlm. 73/1. Abdul Ghani al-Muqaddasi dalam As-Sunan 12/2. Dengan sanad hasan dan Rauyani dalam Musnadnya 249/2 dan Baihaqi)
Hadist diatas bukan lah "aneh" seperti yang antum asumsikan tetapi derajatnya Hasan, apakah antum merasa lebih pintar dibanding Bukhari, Ahmad dll.. yang meriwyatkan hadist diatas... na'udzubillah
belum lagi,
كَانَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْعَلُ ذَلِكَ فِى التَّشَهُّدَيْنِ جَمِيْعًا
“Nabi sallallahu ‘alaihi wa-sallam melakukan perbuatan ini (menggerakkan jari telunjuk) dalam dua tasyahhud (tasyahhud awal dan akhir)”. (H/R Ibnu Abi Syaibah dengan sanad hasan)
belum lagi,
Apabila Imam Ahmad rahimahullah ditanya, adakah dituntut agar menggerak-gerakkan jari telunjuk dalam solat? Beliau menjawab: Ya, menggerak-gerak jari telunjuk (semasa tasyahud Pent.) sangat dituntut. (Lihat; Sifat Solat Nabi Hlm 159. Sheikh Muhammad Nashiruddin al-Albani. مسائله عن الامام احمد hlm. 80) Ini berdasarkan hadis sahih:
“Baginda (semasa tasyahud) menggerak-gerakkan jari telunjuknya yang kanan dan berdoa dengannya”. (Hadis Riwayat Bukhari)
belum lagi,
كَانَ رَفَعَ اصْبَعَهُ يُحَرِّكُهَا وَيَدْعُوْ بِهَا
“Baginda mengangkat jari dan menggoyang-goyangkannya sambil berdoa dengannya”. (Hadis Riwayat Nasai’i, Ibnu Hibban dan Ibnu al Jarud dalam المنتقى Ibnu Hibban dengan sanadnya yang sahih dalam Sahihnya no. 485)
dan masih lagi,
كَانَ اِذَا جَلَسَ فِى الصَّلاَةِ وَضَعَ كَفَّهُ الْيُمْنَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى ، وَقَبَضَ اَصَابِعَهُ كُلَّهَا ، وَاَشَارَ بِاُصْبَعِهِ الَّتِى تَلِى اْلاِبْهَامَ فِى الْقِبْلَةِ ، وَرَمَى بِبَصَرِهِ اِلَيْهِ ، اَوْ نَحْوِهِ ، وَوَضَعَ كَفَّهُ الْيُسْرَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُسْرَى
“Yang mana baginda apabila duduk bersolat, baginda meletakkan tapak tangan kanannya di atas paha kanannya, baginda genggam seluruh jarinya dan baginda mengisyaratkan (menggoyang-goyangkan) jarinya yang paling hampir dengan ibu jarinya (jari telunjuk) ke arah kiblat, baginda tumpukan pandangannya ke arah jari telunjuknya. Dan baginda meletakkan tangan kirinya di atas paha kirinya”. (Hadis Riwayat Muslim 2/90. Abu Daud 987. Malik 1/112. Syafie dalam al-Umm 1/139. Dan di Musnad hlm. 41. Nasai’i 2/188. Ibnu Khuzaimah no. 719. Ibnu Hibban No. l938. Baihaqi 2/130)
Lihatlah Para Imam yang meriwayatkanya: Muslim, Abu dawud, Malik, Bahkan Imam Syafie sendiri... Subhanallah.. Sesungguhnya kebenaran sudah datang padamu sebagai makmum... Jazzakallah Khairan
wah ternyata artikel ini ada bantahannya... bener tuh pangeran kodok ternyata banyak hadist dari Imam Bukhari yang menggerak jari tidak disertakan... makin seru nih..
ReplyDeleteAssalamu'alaikum...
ReplyDeleteAlhamdulillah mengerti dgn penjelasan diatas, akan tetapi bagaimana tanggapan penulis terhadap sanggahan yg disajikan oleh pangeran kodok?biar Umat tidak keliru dlm beribadah...karna dari Pangeran kodok justru tergambar empunya artikel menyembunyikan beberapa hadits yg menurutnya tidak sesuai dgn pemahamannya.. maaf sebelumnya...